Yemima Dita Kartika
D1814106
19 Desember 2016
UPAYA PELESTARIAN FOSIL MELALUI KONSERVASI DI MUSEUM SANGIRAN JAWA TENGAH
A. PENDAHULUAN
Museum, kaitannya dengan warisan budaya merupakan lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (Pasal 1.(1).PP.No.19 Tahun 1995). Menurut ICOM museum merupakan lembaga non-profit yang bersifat permanen yang melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang bertugas untuk mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan warisan bersejarah kemanusiaan yang berwujud benda dan tak benda beserta lingkungannya untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan hiburan. Koleksi museum pada umumnya adalah bahan atau objek penelitian ilmiah bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Museum prasejarah Sangiran yang terletak di Desa Krikilan Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen Jawa Tengah merupakan salah satu museum prasejarah yang memiliki situs prasejarah terpenting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Museum ini merupakan representasi temuan-temuan di Situs Sangiran dan situs sejenisnya kepada publik. Di museum ini ada dua jenis koleksi yang berdasarkan temuan artefak dan non-artefak. Temuan artefak yang ada di dalam Museum Sangiran terbuat dari batu yang penggarapannya masih kasar sehingga disebut dengan alat paleolitik yang terdiri dari alat batu masif dan alat serpih. Sedangkan untuk temuan non-artefak adalah temuan benda alam yang terdiri dari fosil manusia, fosil binatang, fosil tumbuhan, dan batu-batuan terutama batu meteor.
Temuan di Situs Sangiran mempunyai nilai yang sangat penting jika ditinjau dari segi geologi dann arkeologi. Temuan-temuan tersebut juga harus dipelihara dengan baik agar dapat awet dan dapat diajdikan bahan penilitian serta bukti sejarah masa lampau. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan cara pemeliharaan atau konservasi dan preservasi fosil .
B. PEMBAHASAN
Konservasi benda cagar budaya menurut Santoso (2005) diartikan sebagai upaya agar benda dapat bertahan lebih lama. Pengertian konservasi yang lebih luas sebagai berikut:
- Mengetahui sifat-sifat bahan yang dipakai untuk pembuatan benda cagar budaya
- Mengetahui penyebab kerusakan, pelapukan dan pengendalian/pencegahan terhadap kerusakan dan pelapukan benda.
- Memperbaiki kondisi benda cagar budaya.
Konservasi dalam museum merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki, merekonstruksi, dan merestorasi koleksi museum dengan tujuan untuk menjaga koleksi agar tetap dalam kondisi yang baik (Pye, 1984). Konservasi merujuk pada tindakan yang bersifat kuratif atau perawatan terhadap benda yang mengalami kerusakan dan pelapukan fisik, kimiawi, dan biologis secara langsung, sedangkan preservasi mengacu pada tindakan yang bersifat preventif terhadap faktor lingkungan koleksi dengan tujuan agar koleksi terhindar dari ancaman yang dapat merusak (Sadirin, 2014). Dalam proses konservasi koleksi fosil diperlukan pula bahan-bahan konservan. Fosil yang ditemukan biasanya tidak dalam keadaan utuh dan meski fosil tersebut ditemukan utuh, fosil tersebut masih rentan pecah. Oleh karenanya, salah satu material bahan konservan yang penting dalam melakukan konservasi koleksi fosil adalah bahan perekat yang digunakan terutama untuk menyambungkan potongan-potongan fosil. Terdapat berbagai macam bahan dan jenis perekat yang digunakan dalam konservasi koleksi fosil dan terbagi antara perekat alami maupun perekat sintetis. Bahan perekat alami antara lain shellac, gom acacia atau gom arab, dan lem protein hewani sedangkan bahan perekat sintetis termasuk di antaranya polimer akrilik, epoksi, poliuretan, cyanoacrylates, dan butvar. Berikut ini tahapan konsevasi dan preservasi fosil di musem Sangiran :
1. Teknik Pembersihan
Teknik ini dibedakan menjadi 2 yaitu secara mekanis dan kimiawi.
a. Mekanis
Tujuannya untuk menghilangkan debu,tanah,lempung, endapan kapur, dan kotoran-kotoran lainnya yang menempel pada permukaan fosil. Dengan cara kuas yang dicelupkan pada bahan pembersih disapukan pada kotoran tersebut. Jika belum juga bersih dapat menggunakan sikat ijuk atau sikat gigi secara perlahan. Apabila pembersihan pertama kurang bersih maka dapat diulangi 2-3 kali. Lalu fosil segera dikeringkan.
b. Kimiawi
Pembersihan untuk menghilangkan noda dan kotoran yang tidak bisa di bersihkan secara mekanis. Bahan yang digunakan adalah bahan pelarut seperti; Adexin, Ethanol absolut, dan Alkohol.
2. Teknik perbaikan fosil
a. Rekonstruksi adalah kegiatan untuk membentuk kembali fosil yang telah putus atau patah agar menjadi satu kesatuan.
b. Penyambungan tanpa Angkur merupakan penyambungan kembali potongan fosil yang patah dengan menggunakan bahan perekat Araldite LY 560. Alat yang digunakan antara lain skapula, scrape,baki plastik, kuas, sikat ijuk, sikat gigi, palu dan talu pengikat dari besi.
c. Penyambungan Dengan Angkur merupakan kegiatan untuk menyambung kembali potongan fosil yang berukuran besar agar tidak runtuh dengan angkur. Metode pelaksanaannya sebagai berikut:
• Kedua fosil yang akan disambung dibersihkan.
• Angkur dimasukkan dalam satu bagian fosil dengan sistem bor yang diisi perekat.
• Setelah 24jam posisi kuat keduanya direkatkan menggunakan bahan perekat yang sama.
d. Penginjeksian dilakukan karena fosil yang ditemukan dalam keadaan retak. Dengan menggunakan bahan perekat dengan angka kekentalan rendah dapat menetrasi celah-celah retakan fosil sempurna. Kegiatan ini dilakukan dengan sangat hati-hati.
e. Pengisian lubang-lubang fosil dengan dempul khusus agar permukaannya rata kembali dan kekuatannya terjamin. Dempul terbuat dari bahan perekat yang dicampur dengan bubukan fosil.
f. Penyelarasan warna atau kamuflase bertujuan untuk menyelaraskan warna bagian fosil asli. Sasaran yang perlu dikamuflase adalah bagian retakan yang telah diinjeksi dan lubang-lubang fosil yang telah diisi dempul. Bahan untuk kamuflase adalah Epoxy Araldite LY 560 yang dicampur dengan fosil yang dibubuk sampai halus.
g. Lapisan pelindung (Coating) sebagai usaha terakhir sebelum didisplay perlu diberi pelindung agar terbebas dari faktor-faktor yang mempercepat proses pelapukan. Adapun bahan yang digunakan Paraloid B 72 atau Pholivinil Acetate yang dilarutkan dengan Ethyl Acetate dengan kadar 1-3%. Bahan ini transparant tidak mengkilat, dan tahan udara lembab.
Setelah di konservasi benda-benda tersebut di display di ruang pameran maupun disimpan di gudang. Pada tempat penyimpanan diberi bahan silika gel guna menjaga kelembaban pada tempat penyimpanan tersebut.
C. PENUTUP
Keberadaan situs manusia purba sangiran memberikan makna budaya manusia dari masa lampau yang dimulai dari bagaimana mereka datang, dengan siapa saja mereka dulu berinteraksi. Hal ini menandakan dimulainya fungsi kebudayaan untuk membantu beradaptasi dengan lingkungan, suatu kemampuan yang khas manusia.Tidak bisa di hindari bahwa manusia harus selalu bisa adaptif karena alam menyeleksi mahkluk yang bisa bertahan. Proses adaptasi ini membentuk kontinuitas sosial yang menyebabkan perubahan. Pada manusia, tingkah laku tergantung pada proses pembelajaran. Baik kegaiatan yang dilakukan sepanjang hidupnya atau belajar dari generasi diatasnya. Nilai kebudayaan yang dapat diambil dari Situs Sangiran menunjuk pada berbagai aspek kehidupan yang meliputi cara berlaku, sikap-sikap, kepercayaan, dan juga hasil manusia yang khas untuk suatu masyarakat.
Hubungannya dengan perpustakaan menunjuk pada Sumber Daya Manusia (Pustakawann)yang setiap hari berada di perpustakaan. Bermacam sifat manusia menjadi satu dan mereka menjalani suatu “proses kebudayaan” untuk mencari nilai budaya yang mereka jadikan sebagai pedoman budaya. Perubahan yang dibawa akan berdampak positif maupun negatif. Jika proses berjalan dengan lancar dan sempurna, manusia (pustakawan) yang terlibat akan menjadi lebih bermakna dan berwibawa. Begitu juga sebaliknya.
Peran Perpustakaan Daerah Sragen terhadap Museum Sangiran:
1. Menjadikan gambar manusia purba sebagai ikon di kartu perpustakaan.
2. Adanya kunjungan rutin yang dilaksanakan ke museum sangiran.
3. Mencarikan informasi guna meningkatkan pelayanan.
4. Mendukung segala aspek yang ada di museum sangiran sebagai ikon daerah Sragen.
Daftar Pustaka
Sukronedi, 2012. “Konservasi Fosil”, Jurnal Sangiran No.1 tahun 2012, http://sangiranmuseum.com > files_1464368302, 17 Desember 2016.
Brata, Yudha Herprima Istandi, 2014. “Pengelolaan Koleksi Fosil dan Artefak Di Storage Museum Prasejarah Sangiran”, Jurnal Sangiran No.3 tahun 2014, http://sangiranmuseum.com > files_1464402842, 17 Desember 2016
Widianto, Harry dan Truman Simanjuntak, 2009. Sangiran Menjawab Dunia, Sangiran: BPSMP